Terkait unjuk rasa menuntut kenaikan UMK 2014, Forum Komunikasi Personalia Manajemen (HRD Club) mengatakan, manajemen perusahaan mempersilakan pekerja berunjuk rasa. Namun, pihaknya meminta buruh mengajukan izin dan tidak memaksa buruh lain keluar pabrik untuk ikut unjuk rasa. ”Mayoritas pabrik tak berproduksi karena pekerja dipaksa keluar ikut demo,” ujarnya.
Akibat unjuk rasa pekan lalu, lanjut Bambang, perusahaan merugi. Dengan produksi produk garmen (seperti baju, jaket, dan celana) 8.000-12.000 potong per hari dan harga rata-rata Rp 20.000 per potong, kerugian satu pabrik setidaknya Rp 160 juta. Padahal, ada sekitar 70 perusahaan garmen di KBN Cakung.
”Terkait UMP (upah minimum provinsi) yang ditetapkan sebesar Rp 2,441 juta, biar pengusaha yang memutuskan untuk melaksanakan atau mengajukan penangguhan. Namun, terkait keamanan, mereka meminta jaminan,” ujarnya.
Menurut Bambang, beberapa perusahaan garmen di KBN Cakung bersiap pindah atau menutup pabrik di Jakarta karena tak mampu memenuhi UMP. Tahun ini saja tidak sedikit perusahaan yang masih membayar pekerja sebesar angka kebutuhan hidup layak (KHL) Rp 1,978 juta. Mereka juga menempuh efisiensi dengan mengurangi jumlah pekerja dan merelokasi pabrik ke luar DKI Jakarta.
Menurut Martuti (31), salah seorang buruh di KBN Cakung, beberapa temannya ditawari manajemen untuk memilih melepas status karyawan menjadi kontrak atau diputus hubungan kerja. ”Sebagian memilih jadi buruh kontrak karena pilihan lain tidak lebih baik,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT KBN Sattar Taba mengatakan, aksi buruh tak mengganggu aktivitas pabrik. Tak ada sweeping dan pabrik berproduksi secara normal.
Sumber : http://www.tribunnews.com
No comments:
Post a Comment